[CERPEN] Hello! Goodbye!

Pepohonan menari-nari mengikuti terpaan angin, derasnya hujan deras diiringi gemuruh petir menambah kesan mencekam bagi Clarisa yang kini tinggal di tengah hutan sendirian dan dalam keadaan mengandung.
Sesekali wanita cantik itu mengintip keluar jendela memastikan suaminya-Damian datang atau tidak, pasalnya beberapa hari ini Damian tidak mengunjunginya.
Clarisa menghembuskan napas berat sambil mengusap perut buncitnya. Pikirannya melayang jauh pada saat kehamilan pertamanya dulu. Hari-hari yang ia lewati di tempat yang sama namun hanya selama enam bulan, saat itu keluarga suaminya mengungsikannya ke tengah hutan begitu tahu ia tengah mengandung keturunan Adhitama dengan alasan agar ia tidak stress dan akan mempengaruhi kehamilannya.

Kini usia kandungannya sudah menginjak delapan bulan tetapi Damian belum mengajaknya pulang. Terkadang Damian datang bersama Daniel anak pertama mereka yang kini berusia sepuluh tahun saat mengunjunginya, tapi sudah hampir dua bulan ini Clarisa tidak bertemu dengan putra sulungnya dan Clarisa harus puas hanya dengan melihat album foto yang ia miliki jika rindunya sudah tak terbendung. Seringkali Clarisa merasa kesepian karena hidup terkurung seperti tawanan. Pernah terbesit di pikirannya suaminya memiliki wanita lain atau ia adalah selingkuhan Damian dan ketika ia menyuarakan pikirannya pada Damian yang ada suaminya itu menatapnya dengan tatapan tajam. Clarisa tersenyum mengingat bagaimana reaksi Damian ketika itu, dipeluknya album foto keluarganya sambil meringkuk di sofa ruang tengah hingga akhirnya terlelap diiringi suara hujan.

*

Clarisa terbangun saat merasakan tubuhnua melayang dan setetes air mengenai wajahnya. Ia tersenyum melihat Damian yang terlihat tampan dengan tetesan air di rambut basahnya. Prianya itu kini tengah menggendongnya menuju kamar mereka. Clarisa memeluk erat tubuh Damian sambil mengendus-endus harum tubuh suaminya, tangannya kini beralih mengelus rahang kokoh Damian.

"Kenapa?" tanya Damian.

"Kangen" bisik Clarisa. Damian hanya menghembuskan napasnya lelah kemudian me.baringkan tubuh Clarisa dengan hati-hati.

"Tidurlah! Aku akan menjagamu" dielusnya kepala Clarisa penuh kasih sayang. Saat Damian hendak pergi, Clarisa mencekal lengannya, Damian memberikan tatapan bertanya. Namun alih-alih menjawab Clarisa malah meletakan telapak tangan Damian di perutnya, membiarkan Damian merasakan pergerakan calon buah hatinya.

Seperti dugaan Clarisa, alis kanan Damian terangkat. Meskipun tak berkata apa-apa tapi rasa takjub dan binar kebahagiaan terpancar jelas di mata Damian. Clarisa sangat tahu Damian adalah tipikal orang yang kaku susah berekspresi namun dibalik itu Damiannya adalah sosok pria yang penyayang dan bertanggung jawab.

"Dia juga merindukan ayahnya" bisik Clarisa.

Damian mengelus perut Clarisa menyalurkan kasih sayangnya pada calon buah hatinya. Dikecupnya kening Clarisa sebelum ia ikut merebahkan tubuhnya di samping Clarisa. "Bagaimana keadaan Niel?" tanya Clarisa.

"Baik"

"Aku sangat merindukannya"

"Percayalah dia juga merindukanmu. Sekarang lebih baik kau kembali tidur"

"Apa kamu juga merindukanku?" goda Clarisa.

"Hmm"

"Hmm apa? Ya atau tidak?"

PRAAAAAAAANNGG

Kata-kata Damian tertelan kembali setelah mendengar benda jatuh. Tubuhnya menegang kaku dengan cepat Damian bangkit dari tidurnya dan mengambil walther p99 sebuah handgun semi-otomatis asal Jerman dan sebuah revolver tua dari lemari.

"Kerreeenn" gumam Clarisa tanpa sadar. Sementara Damian hanya mendengus sambil mempersiapkan amunisinya.

"Istirahatlah, kunci pintunya! Aku akan segera kembali" ucap Damian tegas.

Seperti hantu. Damian berjalan tanpa suara ke arah belakang rumah, bersembunyi di balik dinding dan menyapukan pandangan pada sekitarnya. Hujan sudah tidak deras namun masih menyisakan gerimis kecil, tak jauh dari tempatnya bersembunyi ada sekitar lima orang dengan tiga diantaranya memegang senjata. Damian memaki dalam hati, jika saja ia tak harus melindungi Clarisa dan calon anaknya maka ia akan menghadapi lawannya dengan berani. Namun kini ia harus berpikir logis dan segera membawa Clarisa pergi sebelum mereka sadar. Dengan langkah lebar Damian menghampiri Clarisa yang sudah terlelap. Damian memasukan semua uang, senjata dan surat-surat berharga yang ia sembunyikan ke dalam tasnya lalu tanpa pikir panjang ia mengangkat tubuh Clarisa melewati jalan penghubung atau jalur pelarian yang sudah di siapkan jauh-jauh hari menuju mobilnya, meski jalannya memutar tapi ini lebih aman. Belum sampai ke mobilnya Clarisa sudah terbangun dan meminta untuk berjalan sendiri, dengan berat hati Damian menuruti permintaan Clarisa.

"Kita harus segera pergi" ucap Damian saat melihat kebingungan di wajah cantik istrinya.

"Kenapa buru-buru sekali. Aku bahkan belum ...."

Duuuuaaaarrrrr

Tiba-tiba sebuah ledakan besar menghancurkan rumah sederhana yang baru saja ditinggalkan Clarisa beberapa menit lalu. Clarisa terkejut melihat api besar tengah melalap habis rumah itu. Beberapa menit saja ia dan Damian terlambat mungkin Daniel akan menjadi yatim piatu.

"Kau tidak apa-apa?" Clarisa tidak menjawab pertanyaan Damian. Ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi di depan matanya. Dalam hatinya ia bertanya-tanya mengapa rumahnya bisa meledak.

"Kita harus segera pergi Cla" Damian memasangkan hoodienya pada tubuh Clarisa lalu memapahnya menuju mobil, sampai sebuah tembakan melesat hampir mengenai Damian.

Menyadari ia telah ditemukan Damian dengan cepat menggenfong Clarisa ala bridal lalu memasukannya ke dalam mobil. "Kau tunggu sebentar, aku akan segera kembali" ucap Damian.

"Hati-hati" bisik Clarisa.

"Aku tidak akan lama. Gunakan ini jika terdesak" Damian menyerahkan sebuah revolver yang ia ambil dari tasnya kemudian tersenyum. Membuat Clarisa terpesona hingga tak sadar jika Damian sudah berkelahi di luar sana dengan beberapa pria dengan tubuh besar. Hanya terdengar suara letupan-letupan peluru dan pekikan orang kesakitan yang terdengar kini.

Dengan keberanian yang hanya sebesar buji jagung Clarisa melihat ke luar jendela mobilnya. Kini suasananya terasa sangat mencekam benerapa orang tergeletak tak sadarkan diri sementara Damian sedang memukuli seorang Pria dengan kalap lalu suaminya itu mengarahkan senjatanya ke arah pria itu sambil membentak hingga akhirnya Damian bertubi-tubi menembakan senjatanya ke tubuh pria itu, setidaknya sepuluh tembakan atau lebih bersarang di tubuh tak bernyawa itu.

Clarisa menatap ngeri pada suaminya. Ia tahu Damian akan sulit mengendalikan diri jika sudah kalap seperti itu. Clarisa membunyikan klakson mobil Damian saat merasakan perutnya begitu sakit.

Damian berlari menghampiri Clarisa saat mendengar bunyi klakson mobilnya. "Ada apa?" tanyanya khawatir.

"Ya tuhan, kau tertembak" pekik Clarisa.

"Aku tidak.."

"Kau bilang akan berhati-hati. Ta... Tapii kau terluka" ucap Clarisa sambil terisak kemudiam merobek bagian bawah gaun tidurnya dan mengikatnya ke lengann atas Damian yng terluka untuk menghentikan pendarahannya.

Clarisa masih terus saja terisak sambil mengatakan betapa khawatinya ia. Sementara Damian hanya mendengarkan ocehan Clarisa. "Aku baik-baik saja Cla. Sungguh!" yakin Damian pada Clarisa.

Damian segera melajukan mobilnya meninggalkan kawasan hutan.

Dorr

Sebuah tembakan melesat dari samping kanan Damian. "Cla, bisa kau pegang kemudinya?"
"Jaga agar tetap stabil" lanjut Damian ketika Clarisa mengambil alih kemudi.
Damian menurunkan kaca mobilnya dan mengarahkan senjatanya kearah pengemudi sepeda motor yang menembaknya. Dan beberapa detik kemudian pengemudi itu terjatuh setelah mendapat sebuah tembakan tepat di kepalanya.

Kemudian ia menghubungi Keanu sahabatnya, untuk menghadang orang-orang yg mengejarnya.

"Apa Mark ada disana" tanya Damian tiba-tiba.

"Ya dia sedang bersama anak buahmu, membahas kasus perdagangan wanita"

"Bagus. Jangan biarkan dia bergerak dari tempatnya"

"Ada apa?"

"Dia bekerja sama dengan Markus untuk melenyapkanku dan istriku. Orang suruhan Markus mengatakan ia bekerja sama dengan Mark untuk mengetahui keberadaanku"

"Bagaimana bisa? Tak ada yang mengetahui rumah itu selain aku dan keluargamu"

"Entahlah mungkin alat pelacak?"

"Menepilah dulu aku akan melakukan pemeriksaan" Damian menepikan mobilnya sedikit memasuki hutan.

"Kenapa berhenti disini?" tanya Clarisa bingung.

"Keanu sedang memeriksa keadaan mobil" mobil Damian adalah hasil dari rancangannya bersama Keanu. Damian memodivikasi bagian mesin sedangkan Keanu menambahkan alat-alat canggih yang tak terduga bisa sangat bermanfaat disaat terdesak.

"Kuharap semuanya cepat berakhir" bisik Clarisa sangat pelan. Sedangkan Damian memandang kosong ke arah hutan.

"Apa kau memakai aksesoris seperti jam, gelang atau apapun?" tanya Keanu memecahkan keheningan.

"Y...ya aku memakai jam"
"Oh shit!"

"Bagus, hancurkan jam itu!" saran Keanu.

"Tidak. Mereka sudah bermain-main denganku dan aku akan tunjukan cara bermainku pada mereka"

"Jangan bertindak bodoh, kau sedang bersama istrimu bukan?"

"Aku hanya akan mengirim mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Saatnya bermain petakumpat" Damian segera melepaskan jam tangannya dan melanjutkan perjalanan. Diliriknya Clarisa yang sedang memejamkan mata, nampak gelisah dan pucat.

"Cla, are you okay??"

"Ssshhhhh.. Ppe.. Perut ku sakit" jawab Clarisa sembari meringis.

"Kau harus tenang Cla. Hei baby jangan nakal yah" ucap Damian menenangkan Clarisa sambil membujuk calon anaknya.

"Damiaan sebaiknya kita ke rumah sakit, aku sudah tidak kuat" dengan Segera Damian meningkatkan kecepatannya dan mencoba menghubungi Keanu lagi.

"Tunjukan jalan ke rumah sakit terdekat" ucap Damian begitu teleponnya tersambung.

"Aaaarrgghhh Damiiaann" teriak Clarisa.

"Bertahanlah Cla"

"Apa Clarisa terluka? Terkutuklah kau Mian! Jika papa tau kau membuat menantu kesayangannya terluka maka kau akan mati konyol" heboh Keanu diseberang sana.

"Ke, bisa kau tunjukan jalannya sekarang? Clarisa akan melahirkan, jangan lupa hubungi orang tuaku"

"Orang tuamu dalam perjalanan, butuh waktu satu jam untuk sampai di rumah sakit terdekat. Kecuali ...."

"Kecuali apa?"

"Kau bisa sampai dalam waktu 20 atau 30 menit jika menembus hutan, 200 meter lagi kau belok ke kanan dan lurus saja sampai keluar hutan menuju jalan besar setelah itu kau tinggal mengikuti jalan saja"

"Baiklah terimakasih Ke, kau memang bisa diandalkan"

"Ya.Semoga beruntung Mian"

Damian mengikuti semua instruksi yang diberikan Keanu dan kini ia sudah sampai pelataran rumah sakit dalam waktu 25 menit.

Damian segera membawa Clarisa dalam gendongannya dan berteriak meminta bantuan perawat. Kini Clarisa sudah berada di ruang operasi, karena keadaannya yang tidak memungkinkan persalinan normal.

"Bagaimana keadaan Clarisa??" tanya mama Damian begitu bertemu dengan anaknya.

"Masih di dalam" jawab Damian.

"Kau terlihat kacau, sebaiknya kau obati lukamu dulu. Biar mama yang menunggu disini.

Damian melangkahkan kakinya sampai sebuah suara berat menghentikannya "Sebaiknya kau persiapkan segala kemungkinan terburuk juga" Ferdinan-papa Damian berdiri tegak sambil menggendong Daniel ysng tertidur.

"Aku sudah memikirkan semuanya, papa tidak usah khawatir. Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama dengan papa" Damian melanjutkan langkahnya tanpa berbalik melihat ekspresi ayahnya yang terluka.

Peraturan Berkomentar

  • Hindari berkomentar dengan menggunakan kata-kata kotor, Mengandung unsur SARA, pornografi berjualan dan sebagainya.
  • Usahakan berkomentar yang sesuai dengan isi topik.
  • Komentar yang menyertakan link hidup tidak akan ditampilkan dan akan dihapus oleh moderator.
  • Terima Kasih
Previous
Next Post »

0 Response to "[CERPEN] Hello! Goodbye!"

Post a Comment